Konon, hubungan mertua-menantu perempuan selalu diwarnai konflik. Nah, bagaimana caranya agar kita terhindar dari konflik tersebut? Kenali karakter mertua Anda!

1. PENUH PERHATIAN
Biasanya, dia penuh perhatian dan kelewat peduli pada cucu. Selama tak mengganggu boleh saja. Tapi jika berlebihan, hati-hati. Pendidikan anak balita mutlak tanggung jawab orangtua. Anak akan bingung bila ada dua "peraturan" bertentangan. "Bila yakin prinsip Anda benar, jangan ragu mengatakannya. Tunjukkan sikap santun dan tidak menggurui. Bila perlu, minta bantuan suami," ujar psikolog Ieda Poernomo Sigit Sidi.

2. SOK KUASA
Mertua berusaha masuk dalam rumah tangga anaknya dengan berbagai cara, ikut campur dalam segala hal. "Modal" menghindari pengaruh buruknya adalah punya rumah sendiri. "Bisa cicilan atau kontrak karena itu satu-satunya cara agar Anda berdua bisa mengelola keluarga sendiri. Justru itulah tantangannya. Ingat, rumah tangga milik Anda berdua. Anda berdualah yang menentukan akan diapakan dan di bawa ke mana."

3. TUKANG NGERUMPI
Kita perlu ekstra hati-hati dan wajib menjaga jarak. Bila tidak, kita mesti tahan mendengarnya mengoceh segala hal, terutama kejelekan anak, menantu, atau cucunya, hingga terkesan mengadu domba. Kita pun harus mampu menahan diri untuk tak menimpali.

4. RAJIN MENGELUH
Bagi mertua, tak ada hari tanpa keluhan: sakit, tak punya duit, suami bikin jengkel, menantu pelit, atau pembantu bebal. Meladeninya melelahkan, tak menanggapi bisa dianggap menantu tak tahu diri. Cobalah menyesuaikan diri. Kenali kepribadian dan kebiasaan mertua. Dari situ kita bisa mengenali pola komunikasi yang cocok bila berhadapan dengannya sehingga tahu kapan dan bagaimana harus menanggapi keluhannya.

5. MATA DUITAN
Anak dianggapnya sebagai investasi sehingga ia selalu menuntut imbalan dan jasa. Ketika anaknya akan menikah, ia berhitung apakah akan tetap dapat jatah. Ia mengukur baik-tidaknya menantu dari seberapa sering dan besar memberi "upeti". Bila mau dan mampu, silakan memberi uang dan hadiah. Bila keberatan, buat kesepakatan dengan suami seberapa besar kesanggupan Anda.

6. PILIH KASIH
Jika suami anak kesayangan, bisa dipastikan kita ikut "ketiban" kasih sayang ibunya. Tapi kalau sebaliknya, bersiaplah "dimantutirikan". Tunjukkan Anda tak mau diistimewakan. Bila keadaan tak mungkin diperbaiki, dan kita menantu yang "ditirikan", terimalah keadaan dengan besar hati. "Tak perlu sakit hati. Jika kedatangan Anda cuma 'pengganjal' pintu depan ya tak perlu berakrab-akrab di dalam. Anda boleh tak pergi ke rumah mertua daripada datang hanya untuk menambah sakit hati."

7. ACUH TAK ACUH
Selagi kita dibelit masalah, jangankan memberi nasihat atau jalan keluar, mertua model begini akan acuh saja. Ia pun jarang telepon dan berkunjung. Kalau kita menelepon atau berkunjung, tanggapannya biasa saja. Menurut Ieda, sebetulnya malah enak punya mertua cuek. Ia merasa tugasnya mengurus anak sudah selesai.

8. BERMULUT MANIS
Di depan kita, ia rajin obral pujian dan kata manis. Tapi di belakang kita, segalanya berubah total. Begitulah mertua model ini, munafik. Sebagai anak, kita dan suami wajib mengingatkan. Tentu dengan cara santun karena orangtua tetap manusia yang punya kekurangan. "Tak perlu kecut menghadapinya. Kaji kembali opini yang membuat orang terjerat dalam ketakutan akan durhaka terhadap ibunya." Bila kita tak menegur atau mengingatkannya, kita justru membiarkannya terperosok lebih jauh.

9. MENEMPEL TERUS SAMA ANAK
Lantaran tak rela berpisah dengan anak istimewanya, kita sebagai menantu pun ikut "disandera" untuk tinggal di rumahnya. "Sampaikan terima kasih Anda bisa tinggal di situ karena memungkinkan Anda menabung agar bisa beli rumah," saran Ieda. Tapi tekad memiliki rumah sendiri harus terus dibicarakan dengan suami. Perlu dicari cara tak mencolok yang dapat mengundang prasangka dan memojokkan Anda.

10. SOK TAHU
Anda sering ditegur kala melakukan sesuatu untuk suami karena dianggap tak mengerti selera suami, seolah-olah cuma beliaulah yang tahu persis. "Perasaan memiliki secara berlebihan pada diri mertua terhadap anak lelakinya adalah salah satu pemicu konflik mertua-menantu," tuturnya. Sayangnya, orang sering lupa bahwa tugas orangtua cuma mendidik, membesarkan, dan mengantarkan sekaligus melepaskan si anak memasuki rumah tangganya sendiri.

11. PENUH PENGERTIAN
Saat tahu Anda hamil, ia "heboh" menyiapkan segala keperluan. Jika ia tahu kita butuh sesuatu, tahu-tahu kebutuhan itu dipenuhi. Kata Ieda, kita tak perlu risi sepanjang segala pemberiannya tulus. Sekalipun pemberiannya kurang berkenan di hati lantaran perbedaan selera, "Anda mesti pandai menenggang rasa." Yang penting, jangan terlena dan memanfaatkan kebaikannya. Sebagai tempat penitipan anak, misalnya. "Ingat, anak, keluarga, dan hidup Anda merupakan tanggung jawab Anda, bukan mertua!"

Posted in Labels:
Posted by Eko Wahyudiharto at 9:20 AM  

0 comments:

 
Copyright 2008. GudangSolusi designed by Eko Wahyudiharto