Hai Para Istri, Kenali Hakmu!
Ketidakmengertian akan bentuk kekerasan dalam rumahtangga (KDRT) sering membuat para istri tak mengerti apa haknya dalam rumahtangga. Padahal, sebagai manusia, hak istri dan suami sama.
Dengan kata lain, mereka setara, seperti yang tertuang dalam Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No 7/1984, dan berlaku sebagai hukum nasional. Isinya, persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam segala bidang.
Simak hak-hak Anda sebagai istri berikut ini, agar kehidupan berumahtangga bukan lagi menjadi beban, melainkan tanggungjawab yang harus dipikul bersama:
1. Hak untuk menentukan jarak kelahiran anak dan kehamilan
"Menyangkut kehamilan, istri punya hak, karena dialah yang punya tubuh untuk hamil," tegas Wakil Ketua Pengurus LBH-APIK Asnifriyanti Damanik. Istri berhak menentukan kapan melahirkan dan punya anak. "Mau tiap tahun melahirkan atau tidak, terserah dia. Istri juga berhak memilih alat kontrasepsi yang akan dipakai."
2. Hak menentukan kewarganegaraan anaknya
UU No 62/1958 mengatur bahwa jika perempuan WNI menikah dengan pria WNA, sang anak otomatis menjadi WNA. Dan sebaliknya, jika perempuan WNA menikah dengan pria WNI, maka sang anak akan menjadi WNI, mengikuti garis keturunan ayah. "Istri tidak punya hak untuk menentukan kewarganegaraan anaknya."
Ini dilematis, sebab dalam UU terbaru tahun 1984, istri juga punya hak atas kewarganegaraan anaknya. "Pemerintah belum mencabut UU tahun 1958, padahal menurut UU tahun 1984, kewajiban negara adalah mengubah dan mencabut UU yang mendeskriminasikan perempuan serta mencipatakan UU yang non-diskriminatif," tegas Asni
3. Hak yang menyangkut harta
Istri punya hak dalam tindakan perdata, seperti melakukan perjanjian dagang dengan pihak lain. Selain itu, istri juga memiliki hak yang sama dengan suami mengenai harta bersama, seperti menentukan, memiliki dan menguasai harta tersebut. Contohnya, istri bisa membatalkan perjanjian antara suami dan pembeli, jika suami menjual mobil tanpa sepengetahuan dirinya. "Istri cukup membawa buku nikah sebagai bukti."
4. Hak untuk mengajukan perceraian
Ini telah diatur dalam UU No 1/1974, dengan syarat-syarat yang diatur dalam PP No 9/1975. Di dalamnya, terdapat 6 syarat perceraian, antara lain salah satu pihak pemabuk, suka berjudi, suami meninggalkan istri selama 2 tahun berturut-turut tanpa diketahui/telah pisah, suami mendapat hukuman pidana selama 5 tahun lebih, suami melakukan perzinaan, suami melakukan kekerasan, serta karena percekcokan yang terus-menerus sehingga kedua belah pihak tak bisa disatukan lagi.
5. Hak untuk mendidik dan memelihara anak
Suami maupun istri memiliki hak yang sama untuk mendidik dan memelihara anak. Misalnya, ketika anak akan masuk sekolah, harus ada diskusi terlebih dulu antara keduanya.
6. Hak untuk mengetahui penghasilan suami
Pasalnya, bisa jadi kesepakatan mereka adalah suami yang bekerja. Dengan demikian, istri berhak tahu informasi keluar-masuknya uang. "Sering para istri bilang, yang penting saya tercukupi." Bagaimana jika misalnya suami tiba-tiba meninggal akibat kecelakaan, sementara istri tidak tahu bahwa gaji suaminya selama ini didepositokan. Padahal, istri tetap harus menghidupi anak. Inilah yang kadang tidak dipikirkan jauh-jauh hari oleh perempuan.
Hak-hak yang tidak diterima istri dengan semestinya ini memungkinkan mereka untuk meminta perlindungan. Saran Asni, jika istri mengalami KDRT, apa pun bentuknya, segeralah melapor ke polisi terdekat. Alternatif lain adalah mendatangi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau kantor LSM yang peduli terhadap masalah hak-hak perempuan atau istri.
Dukungan keluarga besar suami juga sangat penting. "Dari kasus yang saya temui, kebanyakan orangtua suami sudah tahu perilaku anaknya yang suka main tangan. Tapi, mereka bukannya memberi dukungan pada menantunya untuk melapor, tapi justru bilang, terserah kalau mau cerai, yang penting anak lelaki mereka tidak dilaporkan ke polisi. Inilah yang akhirnya semakin menyulitkan pihak perempuan."
Akan lebih baik jika ada saksi yang langsung cepat menindak dan mendukung korban. Karena itu, "Peran masyarakat, terutama ketua RT sangat penting. Masyarakat memang harus diikutsertakan jika kita berniat meminimalisir KDRT. Ini perlu dalam rangka menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah kejahatan terhadap kemanusiaan."
Posted in
Labels:
Tips Kehidupan,
Tips Keluarga
Posted by
Eko Wahyudiharto
at
6:10 AM
0 comments:
Post a Comment